Gubernur Rohidin Kukuhkan BMA Provinsi Periode 2024-2029, Ketuanya S Effendi MS

Benģkulu, – Badan Musyawarah Adat (BMA) Provinsi Bengkulu masa bhakti 2024 – 2029 resmi dikukuhkan. Pengukuhan dilakukan langsung oleh Gubernur Rohidin Mersyah di Balai Raya Semarak, 06/06/2024.

Gubernur Rohidin meminta agar BMA provinsi mampu menjadi rumah bagi seluruh BMA kabupaten/kota. Sebagai unit fungsional, lanjut Rohidin, BMA provinsi harus sering turun ke kabupaten/kota untuk mengawal adat-adat Bengkulu.

“Diharapkan pengurus BMA yang baru saja dilantik, dapat berkolaborasi dan mendorong pemerintah daerah dalam pembangunan. Terutama dalam penegakan hukum-hukum adat yang ada di Bengkulu,” kata Gubernur Rohidin.

Sambung Rohidin, BMA merupakan pengembang penjaga adat budaya Bengkulu, juga sebagai representasi dalam mengembangkan adat sehingga perlu adanya Perda adat dalam penegakan payung hukum adat.

“Perlu Perda adat dalam melindungi masyarakat adat yang ada di Bengkulu, seperti Enggano, Lembak dan masyarakat adat lainnya. Jika ini tidak dibuatkan Perdanya, nanti masyarakat adat kita akan hilang dan budaya yang ada di masyarakat juga akan luntur,” jelasnya.

“Selain Enggano, kita juga akan menata kawasan wisata danau Dendam Tak Sudah dengan mengedepankan konsep masyarakat adat yang ada di kawasan tersebut. Dengan tujuan, agar adat yang ada di masyarakat tidak hilang dan ini yang perlu kita jaga,” tutup Rohidin.

Sementara itu, Ketua BMA Provinsi Bengkulu Periode 2024 – 2029, S. Effendi MS menjelaskan bahwa langkah awal yang akan dilakukan BMA Provinsi Bengkulu adalah melakukan koordinasi dengan BMA kabupaten/kota terkait dengan payung hukum Perda Adat.

“Gerak cepat dalam mengatasi permasalah adat yang ada di Bengkulu, karena saat ini masyarakat kita sudah mengalami kris sosial dalam penegakan hukum adat. Terlebih lagi pada generasi muda yang tidak tahu soal adat Bengkulu,” tuturnya.

Jika ini tidak dilakukan, kata Effendi, maka payung hukumnya akan terbata-bata. Selain itu juga akan terjadi masalah di tengah masyarakat dan hukum adat akan hilang dengan sendirinya. Maka dari itu perlu pemahaman terhadap nilai adat kepada generasi sekarang,” terang Effendi.

Salah seorang tokoh masyarakat Samsul Rizal turut menanggapi kesenjangan adat yang ada sekarang. Menurutnya, adat saat ini sudah jauh dari kalimat ‘Adat Bersandi Sara’, Sara’ Bersandi Kitabullah’.

“Banyak terjadi kesenjangan antara ada dan agama, dan ini saya kira perlu di luruskan dengan pemamahan yang bijak agar tidak terjadi salah kaprah nantinya. Karena kita orang melayu sangat terkenal dengan istilah Adat Bersandi Sara’,Sara’ Bersandi Kitabullah,” tutup Samsul. (Eko)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *