Bencana Ekologi Ancam Bengkulu Data KKI Warsi

Bengkulu, – Luasan tutupan kawasan hutan di Provinsi Bengkulu terus berkurang, sehingga bencana ekologi menjadi sebuah ancaman.

Ini terungkap dalam media gathering yang digelar Komunitas Konservasi (KKI) Warsi dengan tema refleksi pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) Bengkulu 2023, Jum’at 26 Januari 2024.

Direktur KKI Warsi, Adi Junedi mengatakan, waspada terhadap bencana ekologi menjadi satu hal penting di Provinsi Bengkulu, di tengah terus berkurangnya tutupan hutan.

“Seiring dengan itu upaya pemulihan kawasan hutan harus dilakukan secara optimal, yang dalam pelaksanaannya sangat efektif ketika melibatkan masyarakat,” ungkap Adi.

Menurut Adi, Provinsi Bengkulu termasuk salah satu daerah di Indonesia yang berpotensi mengalami bencana, seperti banjir dan longsor.

“Dengan potensi itu, maka dinilai perlu bagi Bengkulu untuk waspada dan bersiaga. Apalagi yang namanya potensi bencana juga didasari prediksi cuaca dan kondisi ekosistem yang dipengaruhi tutupan hutan suatu daerah,” kata Adi.

Sementara Seniar Advisor KKI Warsi, Rudi Syaf mengatakan, bencana terutama banjir merupakan buah dari kondisi alam yang dipengaruhi intensitas curah hujan.

“Yang tentunya juga dipadukan dengan kemampuan suatu ekosistem dalam menyerap curah hujan yang semakin rendah. Rendahnya serapan ini menjadikan aliran permukaan tinggi hingga menyebabkan bencana banjir,” terang Rudi.

Rudi menambahkan, berdasarkan analisis citra satelit sentinel Tim Geographic Information System (GIS) KKI Warsi yang dikombinasikan dengan pengamatan dari google earth, citra spot 6 dan SAS Planet, tutupan hutan Bengkulu tinggal 645.116 Hektar (HA0 atau 32 persen dari luas wilayah Bengkulu.

“Dibandingkan dengan tahun 2022 lalu, tutupan hutan di Bengkulu saat ini berkurang 8.306 Ha,” tambah Rudi.

Perubahan tutupan hutan ini, tentunya berpengaruh pada berkurangnya kemampuan bumi dalam menyerap air hujan. Sehingga curah hujan berpotensi menjadi aliran permukaan.

“Sebenarnya tidak hanya berkurang, kawasan hutan dan lahan di Bengkulu juga terlihat di citra sentinel yang mengindikasikan adanya lahan terbuka,” beber Rudi.

Rudi menjelaskan, dari analisis yang dilakukan terdapat 142.466 Ha di Bengkulu merupakan lahan terbuka. Selain dalam kawasan hutan, areal terbuka juga terpantau dalam berbagai pemanfaatan lahan lainnya.

“Seperti pembukaan lahan di kawasan tambang, terpantau seluas 3.719 Ha, perkebunan sawit seluas 12.719 Ha, dan perusahaan kehutanan 4.053 Ha,” ujar Rudi.

Lebih lanjut Rudi menyampaikan, adanya areal terbuka di Bengkulu ini, tidak hanya terjadi pada kawasan yang diizinkan. Tapi juga terjadi pada kawasan konservasi.

“Lagi-lagi dari analisis kita, kawasan terbuka dalam kawasan hutan terpantau 35.044 Ha. Sedangkan 7.633 Ha bukan terpantau berada di hutan lindung, dan 6.533 Ha berada di kawasan taman nasional,” sampainya.

Kondisi lahan yang terbuka baik dalam taman nasional, perkebunan, area pengguna lain menjadi penyebab berkurangnya kemampuan tanah dalam penyerapan air.

“Dengan demikian air akhirya meluncur menjadi aliran permukaan. Kondisi sedemikian muaranya menjadi penyebab bencana ekologis seperti banjir dan longsor,” tutupnya. (Tedy)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *